Muhammad Arsyad Al-Banjari

Muhammad Arsyad Al-Banjari

Al-Banjari adalah seorang ulama besar yang sangat berpengaruh dan berperan penting dalam sejarah islam, khususnya di Kalimantan. Ia gigih mempertahankan dan mengembangkan paham Ahlussunnah Wal-Jama’ah dengan teologi Asy’ariyah dan fiqih mazhab Syafi’I, di kesultanan banjar ia pernah memangku jabatan mufti (penasehat agama), ia sangat banyak menulis kitab-kitab agama.

Al-Banjari lahir di Lok Gabang, Martapura, Kalimantan Selatan pada 15 Safar 1122/ 19 Maret  1710, ia adalah putra tertua dari lima bersaudara, buah perkawinan Abdullah dengan Siti Aminah,

setelah wafat ia juga terkenal dengan sebutan “Datuk Kalampayan” ini disebabkan karena makamnya yang berlokasi di desa kalampayan (sekitar 56 km dari kotamadya Banjarmasin).

Pendidikannya dimulai di lingkungan keluarganya yang dikenal ta’at, ketika ia berusia sekitar 7 tahun sultan Tahlilullah (1700-1745), penguasa kesultanan banjar, meminta kepada orang tua al banjari agar mereka bersedia menyerahkannya untuk dididik istana sekaligus diangkat sebagai anak angkat sultan, sultan tertarik karena kecerdasan dan keterampilannya yang diketahui sultan ketika melakukan kunjungan kerja ke lok gabang. Meskipun agak berat, Abdullah dan Aminah tidak dapat menolak maksud baik sultan. Al-Banjari diserahkan, selanjutnya  tinggal di istana beserta keluarga istana lainnya. Disini ia memperoleh pendidikan dari guru-guru yang didatangkan sultan ke istana.


Ketika al-Banjari berusia sekitar 30 tahun, sultan mengirimnya ke Mekkah untuk menuntut ilmu dengan biaya kerajaan. Sebelum berangkat, sultan menikahkannya dengan seorang wanita yang bernama Bajut, agar ia kembali ke banjar setelah menyelesaikan studinya di tanah suci. Ia belajar di Mekkah sekitar 30 tahun dan memperdalam berbagai cabang ilmu pengetahuan, salah seorang gurunya yang terkenal ialah Syeikh Athaillah. Dengan izin gurunya ini, ia diberi kepercayaan untuk mengajar dan memberi fatwa di “Majidil haram”, kemudian ia melanjutkan pelajaran di Madinah dengan Imam Haramain, Syeikh Al-Islam Muhammad Bin Sulaiman Al-Kurdi , dan Syeikh Abdul Karim As-Samani Al-Madani, selama lebih kurang 5 tahun.

Selama belajar di tanah suci, Al-Banjari berteman akrab dengan Syeikh Abdus Samad Al-Palembani, Abdul Wahab bugis, dan Syeikh Abdurrahman Masri, masing-masing berasal dari Palembang (sumatera selatan), ujung pandan (Sulawesi selatan), dan Jakarta, keempat sahabt ini disebut dengan sebutan “Empat serangkai dari jawa”.
Pada mulanya, empat serangkai ini bermaksud melanjutkan studi mereka ke mesir, tetapi Syeikh Al-Islam Muhammad Bin Sulaiman Al-Kurdi menasihatkan agar mereka kembali ke kampong halaman untuk membina ummat, Imam Haramain menganggap ilmu mereka sudah cukup dan tidak perlu belajar lagi ke mesir. Di samping itu, tenaga mereka dibutuhkan di daerah masing-masing.

Atas nasihat tersebut, keempat sahabat ini kembali ke Indonesia. Tetapi sebelum ke Kalimantan, Al-Banjari bersama Syeikh Abdul Wahab Bugis tinggal di Jakarta, di tempat sahabatnya Syeikh Abdurrahman Masri selama beberapa bulan. Disini Al Banjari membetulkan beberapa arah kiblat mesjid, yang menurut pengetahuan dan keyakinannya tidak tepat. Masjid yang dibetulkan arah kiblatnya oleh al-banjari antara lain adalah mesjid jembatan lima, mesjid luar batang, dan mesjid pekojan. Di mihrab mesjid jembatan lima terdapat catatan bahasa arab bahwa arah kiblat mesjid itu diputar kea rah kanan sekitar 25 derajat oleh al-banjari pada 4 safar 1186 (sekitar 7 mei 1772).

Al-banjari tiba di martapura (ibukota kesultanan banjar) pada ramadhan 1186 (desember 1772). Sejak itu sampai wafatnya  (kalampayan, astambul, banjar, Kalimantan selatan, 6 syawal 1227/ 13 oktober 1812) ia mengabdikan dirinya membina masyarakat dan mengembangkan islam. Dalam kegiatan pembinaan masyarakat ini, ia dibantu syeikh Abdul wahab Bugis yang pada ketika itu sudah menjadi menantunya, syeikh Abdul wahab Bugis dinikahkan Al-Banjari dengan putrinya, syarifah di Mekkah, tidak lama setelah Al-Banjari menerima surat dari sultan banjar bahwa istrinya, bajut melahirkan anak dan sudah dewasa.

Langkah pertama yang dilakukan Al-Banjari setibanya di martapura iaah membina kader ulama, khususnya di lingkungan keluarganya sendiri, untuk itu ia tidak tinggal di istana seperti sebelum ia berangkat ke tanah suci, ia meminta kepada sultan agar diberikan sebidang tanah yang akan digunakan untuk tempat tinggal, tempat pendidikan, dan pusat pengembangan islam, sultan Tamjidillah (1745-1778) yang berkuasa ketika itu mengabulkan permintaannya. Al-Banjari diberi sebidang tanah kosong berupa hutan belukar. Tanah ini dijadikan sebagai perkampungan, disini dibangun rumah, ruang pengajian, perpustakaan, dan asrama para santri. Sejak itu mulailah kampong baru ini ramai didatangi santri dari berbagai pelosok daerah, kampong ini sampai sekarang dikenal dengan nama “Dalam Pagar”, karena mulanya para santri yang belajar dalam ruangan tertentu di kampong ini tidak boleh meninggalkan lingkungan tersebut tanpa izin, jika keluar mereka disebut keluar pagar.

Dalam perjalanan sejarah islam di Kalimantan selatan, bentuk pendidikan yang dilakukan Al-Banjari ini merupakan hal yang baru ketika itu, yaitu pendidikan islam berada dalam satu kompleks lengkap dengan mushalla, tempat belajar, kiai/gure, perpustakaan dan asrama untuk para santri. Disamping itu para santri tidak hanya diberi pelajaran agama, akan tetapi para santri juga dididik di bidang bertani dan sebagainya agar mereka bisa hidup mandiri.

Disamping membuka pengajian dan pendidikan berbentuk pondok pesantren , Al-Banjari juga gigih dalam melakukan da’wah langsung di tengah masyarakat, di kota maupun di desa terpencil, di lingkungan keluarga sultan atau rakyat biasa. Dakwah langsung ini mendapat sambutan yang positif dari masyarakat, sehingga semangat keagamaan tumbuh subur di kalangan masyarakat, tempat pengajian pun semakin ramai dikunjungi orang.

Atas anjurannya, dalam pemerintah kesultanan banjar diberlakukan hokum islam, bukan hanya terbatas pada hokum dunia saja, tetapi juga hokum pidana islam, misalnya hukuman mati bagi pembunuh, potong tangan bagi pencuri, cambuk bagi pezina, dan hukuman mati bagi orang islam yang murtad. Untuk melaksanakan hokum tersebut, atas nasihatnya pula dibentuk mahkamah syariah, semacam pengadilan tingkat banding sekarang ini, disamping lembaga keqadian, untuk memimpin mahkamah syariah ini ditunjuk seorang mufti. Mufti pertama yang diangkat sultan ialah syeikh Muhammad As’ad, cucu Al-Banjari, dan qadhi pertama adalah Abu Zu’ud, anak Al-Banjari. Keduanya sebagian dari ulama yang dihasilkan Al-Banjari dari da’wah dan pengajiannya. Selama mereka menjabat, Al-Banjari menjadi penasehat utama mereka.

Al-Banjari aktif menulis sampai akhir hayatnya. Hasil karyanya yang terbesar ialah SABILAL MUHTADIN (jalan orang yang mendapat petunjuk), sebuah kitab fiqih mazhab syafi’I yang dijadikan kitab pegangan dan bahan pelajaran di kebanyakan tempat pengajian agama di Indonesia sekarang, dan juga di Malaysia, dan Thailand, kitab ini ditulis dalam bahasa melayu (jawi) tulisan arab.

Karya lainnya di bidang fiqih ialah Luqthah Al ‘Ajlan, kitab An-Nikah (buku nikah), kitab Al-Faraidh, dan khasyiyah Fath Al Jawad. 

Di bidang tauhid, karyanya antara lain Ushul Ad Din, Tuhfah Ar Raghibin Fi Bayan Haqiqah Iman Al Mu’minin Wa Ma Yufsidu Min Riddah Al Murtaddin, Al Qaul Al Mukhtashar Fi Alamah Al Mahdi Al Muntazar, dan Terjemah Fathur Rahman. 

Di bidang tashawuf, karya yang ditemukan hanya satu yaitu Kanzul Ma’rifah.

Disamping itu masih ada karya tulis beberapa mushaf Al-Qur’an tulisan tanggal Al-Banjari dalam ukuran besar yang ditulis dengan khat yang sangat indah, Mushaf tersebut sampai sekarang masih dipajang di dekat makam beliau.

Untuk memelihara akidah-akidah ummat islam dan kemurnian ajaran, Al-Banjari pernah memberi fatwa penjatuhan hukuman mati terhadap haji Abdul Hamid yang mengajarkan ajaran Wahdatul Wujud yang menyesatkan di kalangan masyarakat.

Hay tamuku,Trimakasih sudah membaca Muhammad Arsyad Al-Banjari ,Silahkan bagikan artikel Muhammad Arsyad Al-Banjari kepada teman anda!
Share on :
 

Posting Komentar

jangan lupa di coment !!!!

 
Support : Al-Fata | Ijal Mantap |
Copyright © 2013. Goresan ijal mantap - All Rights Reserved
Di Design Ulang Oleh I Template Blog Published by I Template Blog
Proudly powered by Blogger