Niat menjadi penentuan bagi perbuatan yang dikerjakan

Niat menjadi penentuan bagi perbuatan yang dikerjakan

Arti niat dalam bahasa Indonesia ialah maksud, kalau dikatakan “saya hendak pergi ke Mekkah tahun depan” maka itu berarti bahwa saya bermaksud hendak pergi ke mekkah tahun depan.
Ada juga arti niat itu adalah tujuan. Kalau dikatakan :”saya berniat mencari uang untuk membikin rumah” maka itu berarti yang bahwa tujuan kita mencari uang itu ialah untuk
membuat rumah.
Ada pula arti niat itu nazar. Umpamanya kita katakana :”kalau ibu saya sembuh dari sakit maka saya berniat akan menyembelih seekor kambing dan mengadakan kenduri selamatan. 
Adapun arti niat dalam bahasa ‘arab ialah sengaja dalam hati, arti berniat ialah menyengaja dalam hati yang disertaikan dengan perbuatan.
 قصد الشئ مقترنا بفعله 
Artinya : “menyengaja memperbuat sesuatu serentak dengan mengerjakan sesuatu tersebut. Arti “serentak” itu adalah “bersamaan”. 

Niat (sengaja) dalam hati dilakukan secara bersamaan dengan perbuatan, tidak mendahului dan tidak didahului oleh amalan yang dikerjakan. Definisi atau ta’rif yang serupa dengan ini juga diterangkan dalam kitab-kitab fiqih yang mu’tamad, yang sering dipegangi oleh kebanyakan orang dari dulu sampai sekarang, dan sanggup dipertahankan kebenarannya. Diantaranya tersebut di di dalam kitab qalyubi :
 النية شرعا قصد الشئ مقترنا بفعله 
Artinya :”Niat itu menurut syariah islam ialah : Menyengaja melakukan sesuatu disertakan dengan mengerjakan sesuatu tersebut (Qalyubi Juz I, hal : 140) 

Dan disebutkan juga di dalam kitab I’anatut thalibin : 
 أما شرعا فهو قصد الشئ مقترنا بفعله ,أى قصد الشئ الزى يريد فعله حال كون ذالك القصد مقترنا بفعل ذالك الشئ 
Artinya :” Adapun yang dikatakan niat dalam agama ialah menyengaja mengerjakan sesuatu disertakan dengan niat di dalam hati, ya’ni menyengaja di dalam hati memperbuat sesuatu yang dikehendaki ia disertakan dengan perbuatan yang ingin ia lakukan tersebut. 

Kalau dicontohkan kepada sembahyang maka niat itu harus dipasang dan diletakkan pada permulaan sembahyang, yaitu pada ketika membaca takbir “Allahu Akbar”. Kalau dicontohkan kepada ibadah haji maka niat itu wajib dipasang pada ketika telah memakai pakaian ihram dan mulai membaca talbiyah “Labbaikallahumma Labbaika”. Kalau dicontohkan kepada ibadah waqaf maka niat itu musti diletakkan pada ketika memberikan benda waqaf itu, ya’ni diniatkan dalam hati bahwa kita sengaja memberikan harta waqaf ini untuk mesjid semata mata karena Allah. 

KEDUDUKAN NIAT DALAM IBADAT 

 Kedudukan niat dalam ibadat sangatlah penting, sehingga terkadang-kadang dapat menentukan sah atau tidaknya suatu ibadat yang dikerjakan. Dalam hal ini Rasulullah SAW. Telah menerangkan dalam suatu hadist yang sangat terkenal, yang tersebut di dalam kitab-kitab hadist begini :
 انما الاعمال بالنيات 
Artinya :”sesungguhnya sekalian amal ibadah semestinya harus memakai niat (Hadist yang dirawi oleh Imam Bukhari dan lain-lain). 

 Jadi niat itu merupakan “rukun” atau “tiang dari sekalian ibadat, sehingga sekalian ibadat tidak sah kalu tidak memakai niat. Baik juga diketahui bahwa pekerjaan ibadat banyak yang serupa dengan pekerjaan adat kebiasaan, dan bahkan antara ibadat dengan ibadat lainnya juga banyak keserupaan. 

Oleh karena itu dibutuhkan niat dalam hati untuk menjelaskan apakah pekerjaan yang kita buat itu pekerjaan ibadat atau pekerjaan adat. Contohnya : 
1. Gerak sembahyang sama dengan gerak sport. 
2. Puasa menahan lapar secara ibadat sama dengan diet (menahan makan untuk menjadi obat langsing). 
3. Mandi. Ada mandi untuk semata-mata membersihkan tubuh dan ada mandi untuk ibadat wajib. 
4. Duduk di mesjid untuk I’tiqaf dengan duduk di mesjid untuk istirahat. 
5. Memberikan harta zakat sama dengan memberikan hadiah untuk berfoya-foya dan berbuat maksiat. 
6. Menyembelih kambing untuk membayar DAM karena melanggar wajib haji sama dengan menyembelih kambing untuk kenduri atau untuk dijual. 
7. Dan lain lain. 

KESIMPULAN : hamper seluruh pekerjaan ibadat ada keserupaannya dengan pekerjaan yang bukan ibadat yaitu pekerjaan adat. 
Oleh karena demikian sangatlah dibutuhkan untuk niat supaya pekerjaan yang kita kerjakan tersebut merupakan pekerjaan ibadat atau hanya sekedar pekerjaan adat ?? 

Begitu juga dengan pekerjaan ibadat yang bersamaan dengan ibadat lainnya, contoh nya : 
1. Sembahyang dhuhur, ashar, isya, semuanya sama-sama 4 rakaat, sama-sama berdiri tegak, dan rukuk dan sebagainya. 
2. Sembahyang tahajjud 2 raka’at, sembahyang sunnat lainnya juga dua raka’at. 3. Dan lain sebagainya. 

Oleh karena itu sangat dibutuhkan niat di dalam hati untuk menentukan ibadat yang dikerjakan. Jadi niat wudhu’ umpamanya, harus dinyatakan dengan tegas ketika membasuh muka, “SENGAJA AKU MENGANGKAT HADAST UNTUK MEMBOLEHKAN SEMBAHYANG”. 
Dengan penegasan itu jelaslah bahwa membasuh muka, tangan dan kaki bukanlah sembarang basuh, tetapi merupakan basuh wudhu’ untuk membolehkan sembahyang. 

KEDUDUKAN NIAT DALAM SHALAT 

Niat dalam shalat adalah “rukun”, tidak sah sembahyang tanpa melakukan niat, Fatwa ini disepakati oleh semua para imam mazhab yang empat, baik Imam Syafi’I, Hanafi, Hanbali, dan Maliki Rahimahumullahu. 

Tersebut di dalam “Kitabul Fiqhi Al-Mazahibil Arba’ah : Artinya : Adapun hokum niat dalam shalat, maka telah sepakat oleh Imam yang empat, bahwasanya sembahyang tidak sah kalau tidak memakai niat. (Juz I hal : 210) 

Jadi, dalam soal “niat” sepakat Imam yang empat menfatwakan wajibnya, tidak seorang pun yang membantahnya. Dalam Mazhab Imam Syafi’I dan Imam Maliki niat itu merupakan salah satu rukun sembahyang, sehingga tidak dianggap seseorang melakukan shalat kalau tidak memakai niat, tetapi dalam mazhab Imam Hanafi dan Hanbali niat itu adalah salah satu syarat sah sembahyang, sehingga kalau seseorang sembahyang tanpa niat maka sembahyangnya bathal (tidak sah), ini hanya perbedaan istilah. Yang wajib dalam niat sembahyang itu adalah 3 unsur : 
1. QASAD : sengaja memperbuat. Maka tidak sah sembahyang seseorang yang tidak ada kesengajaannya untuk sembahyang, umpamanya ia hanya berpura-pura saja 
2. TA’RADH : menyatakan sifat sembahyang, fardhu atau sunnat. Ini mesti, supaya berbeda apakah yang ia kerjakan merupakan shalat sunnat atau shalat fardhu. 
3. TA’YIN : Menegaskan sembahyang apa yang ia lakukan. Umpamanya sembahyang subuh, dhuhur, ashar, maghrib, isya, khusuf, idul fitri, witir , atau tarawih. 

Tiga unsur inilah yang wajib dinyatakan dalam niat. 

Disamping itu ada lagi unsur-unsur lain yang sunat disertai dalam niat sembahyang : 
1. Menyatakan raka’at nya, ya’ni dua , tiga atau empat. 
2. Menyatakan menghadap kiblat, ya’ni menghadap ka’bah baitullah. 
3. Menyatakan tunai atau qadha. 
4. Menyatakan karena Allah, ini menegaskan untuk ikhlash. 

Jadi jumlahnya, yang wajib dan yang sunat dalam berniat adalah tujuh. 

Adapun yang musti diperhatikan dengan hati-hati yaitu : 
1. Niat itu terletak di dalam hati bukan dibaca. 

2. Niat itu mesti “muqaranah (menyertai)”, yaitu serentak dengan permulaan ibadat, tidak boleh terdahulu dan terkemudian dari ibadat, kecuali ibadat puasa, maka niat puasa puasa boleh terdahulu daripada ibadat puasa, karena sukar untuk disertai. 

3. Ibadat sembahyang dimulai dengan takbir, yaitu ucapan ALLAHU AKBAR, maka niat sembahyang harus dijalankan di dalam hati pada ketika membaca takbir tersebut. 

4. “Muqaranah” atau menyertai itu ada dua macamnya, yaitu : 
 a. Muqaranah Haqiqiyah, yaitu serentak betul, dengan maksud permulaan niat itu benar-benar pada ketika membaca “alif” dalam kalimat Allahu akbar dan akhir niat tersebut juga serentak dengan “ra” pada takbir. Hal ini tersebab karena perkataan Allahu Akbar itulah yang permulaan sembahyang, dan niat wajib bersama-sama dengan permulaan itu. 
 b. Muqaranah ‘Urfiyah, yaitu tidak serentak betul, dengan artian asal niat itu keseluruhannya terlintas hadir dalam hati pada ketika membaca Allahu Akbar sudah dianggap sah. 

5. Sangat terlarang dan tidak sah sembahyang kalau hati kosong, tidak khusyuk dalam hal melakukan niat pada ketika membaca takbir. Diakui oleh kebanyakan ulama-ulama fiqih bahwa memang untuk menghadirkan niat secara muqaranah haqiqiyah memang sulit, maka karean itu mereka-mereka ulama berpendapat cukuplah dengan menghadirkan niat dengan cara muqaranah ‘urfiyah, ya’ni apabila niat sudah dimasukkan ke dalam takbir maka itu sudah dibolehkan oleh syara’. Juga diakui oleh para ulama-ulama fiqih bahwa untuk menghadirkan niat keseluruhannya pada ketika membaca ALLAHU AKBAR juga benar-benar sulit kalau sembahyang itu tidak dilakukan dengan benar-benar dan tidak dibantu dengan membaca “lafadh niat” itu lebih dahulu sebelum mengucapkan takbir. Membaca lafadh niat itulah yang dinamakan dengan “membaca ushalli” 

Baca juga tentang dalil-dalil nya : Dalil- Dalil ayat atau hadist sekitar niat dan membaca ushalli
Hay tamuku,Trimakasih sudah membaca Niat menjadi penentuan bagi perbuatan yang dikerjakan ,Silahkan bagikan artikel Niat menjadi penentuan bagi perbuatan yang dikerjakan kepada teman anda!
Share on :
 

+ komentar + 4 komentar

4 Agustus 2012 pukul 17.23

Bagus ne tgk. Yang seperti ini yang lebih banyak diposting biar melek ilmu ^_^

5 Agustus 2012 pukul 23.16

Syukran tgk,
jangan takut untuk mengoreksi ya tgk, kritk dan saran sangat diperlukan

30 September 2012 pukul 02.11

izin nyimak..goresan yg mantap sangat.

30 September 2012 pukul 02.17

izin nyimak salam aswaja...mantap sangat..!

Posting Komentar

jangan lupa di coment !!!!

 
Support : Al-Fata | Ijal Mantap |
Copyright © 2013. Goresan ijal mantap - All Rights Reserved
Di Design Ulang Oleh I Template Blog Published by I Template Blog
Proudly powered by Blogger