Muhammad Arsyad Thalib Lubis adalah
seorang Ulama, Muballigh, dan pejuang Agama di sumatera utara. Ia merupakan
putra kelima dari pasangan Thalib binIbrahim Lubis dan Markoyom Nasution.
Ayahnya berasal dari kotanopan, Tapanuli Selatan, dan menetap di Stabat. Abangnya,
Baharuddin Thalib Lubis (1905-1965), adalah juga Ulama dan pernah belajar di Malaysia
dan mekkah.
Syeikh Haji Muhammad Arsyad Thalib
Lubis menjalani seluruh pendidikannya di sumatera utara. Ia menamatkan sekolah
rakyat di stabat. Ia belajar di Madrasah Islam Stabat (1917-1920), Madrasah Islam
Binjai (1921-1922), Madrasah
Ulumil Arabiyah Tanjungbalai, Asahan (1923-1924),
dan Madrasah Alhasaniyah Medan (1925-1930).
Kemudian ia memperdalam ilmu ,
hadist , ushul fiqh, dan ilmu fiqh kepada Syeikh Hasan Ma’sum di medan. Ia adalah adalah seorang murid yang
cerdas dan rajin sehingga ia ketika belajar di Madrasah Islam Binjai ia
mendapat kepercayaan dari gurunya (H. Mahmud Ismail Lubis, untuk menyalin
karangan yang akan dimuat di surat kabar. Pekerjaan ini sekaligus menjadi
sebuah latihan baginya dalam ham karang mengarang. Sebagai hasilnya pada usia
20 tahun ia sudah menjadi penulis di majalah Fajar Islam di Medan. Pada usia 26
tahun, buku pertamanya “rahasia bible” terbit 1934 dan dicetak ulang
1936. Buku ini menjadi pegangan para muballigh dan dai Al Washliyah dalam
menyiarkan Islam di Porsea, Tapanuli Utara.
Sejak 1926 ia telah aktif mengajar,
antara lain di Madrasah Al-Irsyadiyah Medan, Madrasah Al-Washfiyah Melaboh,
Aceh, Madrasah Al-Washliyah Medan, Madrasah Al_qismul Ali Al-Washliyah Tebing
tinggi, dan Madrasah Al_qismul Ali Al-Washliyah Medan. Kemudian ia menjadi lector
pada sekolah persiapan perguruan tinggi islam Indonesia di Medan, guru besar
ilmu fiqh dan ushul fiqh pada universitas islam sumatera utara, dan dosen tetap
pada universitas Al-Washliyah sejak berdiri pada 1985 sampai akhir hayatnya.
Dalam kegiatan da’wah ia aktif dalam
zending (muballigh) islam Indonesia, masuk kampong dan keluar kampong dengan
berjalan kaki untuk menyiarkan islam di pedalaman Tanah Karo. Puluhan ribu
orang dari daerah ini masuk islam di tangannya. Bahkan menjelang akhir hayatnya
ia masih sempat pergi ke Kutalimbaru, kabupaten deliserdang, untuk
melangsungkan pengislaman sekitar dua ratus orang. Di samping itu, puluhan ribu pula karangannya tentang shalat,
iman dan ibadah dalam bahasa daerah karo, Nias dan simalungun dibagikan secara
gratis kepada orang yang baru memeluk agama islam.
Sesuai dengan kondisi masanya, ia
juga melakukan berbagai perdebatan dengan tokoh Kristen di Medan, seperti
pendeta Rivai Burhanuddin, Van Denhurk, dan sri hardono. Berkat penguasaannya
yang mendalam tentang ajaran Kristen, dalam perdebatan ini ia dengan mudah
menguasai lawan debatnya. Hasil perdebatannya selalu diterbitkan dalam bentuk
buku.
Ia selalu memberikan fatwa yang tegas
dan ceramah tentang masalah actual dengan argument yang dapat dipertanggung
jawabkan. Ketika paham Ahmadiyah Qadiyan menimbulkan gejolak di sumatera timur,
ia menfatwakan kekafiran ahmadiyah Qadian dan larangan menguburkan penganutnya
di pekuburan orang islam. Ia juga menfatwakan juga bahwa komunisme harus
diharamkan hidup di Indonesia dalam muktamar Ulama seluruh Indonesia di Medan
(1955), muktamar ulama se sumatera di bukit tinggi, dan muktamar ulama di Palembang.
Pada permulaan 1960-an masalah
kemungkinan manusia sampai ke bulan sedang hangat dibicarakan di kalangan
masyarakat. Maka syeikh Arsyad Thalib Lubis memberikan kuliah umum pada acara
ulang tahun ke-2 universitas Al-Washliyah (18 mei 1960) dengan judul agama
islam dan penghuni angkasa luar. Dalam kuliah ini ia menyimpulkan bahwa dalil
yang disebut dalam Al-Qur’an memungkinkan adanya penghuni angkasa luar.
Dalam perjuangan kemerdekaan , ia
turut memberikan andil sesuai dengan bidangnya. Untuk membangkitkan semangat
jihat melawan penjajahan, ia menuliskansebuah buku dengan judul Tuntunan
perang sabil . ketika proklamasi
kemerdekaan Indonesia dikumandangkan, ia menfatwakan bahwa pahlawan yang
gugur di medan peperangan melawan kilonial adalah mati syahid dan ia
menganjurkan agar kaum muslimin memberikan dana jihad yang besar tanpa tawar
menawar.
Pada waktu agresi militer kedua
(1948), sumatera timur jatuh ke tangan belanda dan dijadikan daerah pendudukan.
Belanda kemudian mendirikan Negara sumatera timur. Untuk mempertahankan Negara RI,
Arsyad Thalib Kubis mengungsi ke pedalaman, pada waktu itu ia adalah anggota
dewan pertahanan daerah sumatera timur-selatan dan wakil ketua markas besar
kelaskaran Al-Washliyah. Ketika serangan belanda menghujani kota tebing tinggi
dan belanda mulai memasuki perbatasan kota, ia bersama beberapa guru dan
anggota Al-Washliyah berusaha bertahan di markas besar kelaskaran Al-Washliyah
di kota itu. Setelah pertempuran semangit sengit dan keadaan tidak mungkin
dipertahankan, ia meninggalkan kota itu untuk menyatukan kekuatan di daerah
tanjung balai, Asahan. Beberapa hari kemudian ia bergerak menuju Rantauprapat. Di
daerah ini ia meneruskan perjuangan bersama para pemimpin lainnya. karena
perjuangannya pada 29 maret 1949 ia ditangkap oleh pihak Negara sumatera timur
yang bertindak sebagai perpanjangan tangan belanda, ia ditahan sebagai tawanan
politik di penjara Sukamulia, medan, sampai 23 desember 1949. Ketika ia berada
dalam tahanan, istrinya meninggal.
Dalam panitia persiapan Negara kesatuan
untuk sumatera timur yang didirikan 1950-1951, ia diangkat menjadi anggota
panitia penempatan pegawai. Pada 1956 pemerintah mengutusnya bersama H.
Nasaruddin Lathif ke uni soviet untuk meninjau Tashkent, samarkhand, Stalingrad,
moskow, dan Leningrad. Mereka kembali ke Indonesia melalui Peking (Beijing),
Rangoon (yangon), dan Bangkok. Sebagai hasil dari lawatan ini, ia menulis
sebuah buku tentang keadaan ummat islam disana agar menjadi cermin bagi ummat
islam di Indonesia. Menurutnya, ummat islam dibawah kekuasaan komunis merupakan
kelompok kecil yang senantiasa diawasi. Tetapi naskah buku ini hilang sebelum
sempat dicetak.
Syeikh H, Muhammad Thalib Lubis
adalah seorang ulama yang berani dan teguh dalam pendirian. Ketika terjadi
pergolakan daerah di Indonesia, ia menulis sebuah artikel yang berjudul “menyelesaikan
perang saudara dalam islam” yang dimuat dalam majalah departemen agama. Tulisan
ini menimbulkan kesibukan di kalangan kejaksaan agung dan badan intelijen
pusat, karena kandungannya dipandang tidak selaras dengan keinginan penguasa
yang hendak menumpas habis setiap pemberontakan. Akibatnya, ia dicopot dari
jabatannya di departemen agama wilayah dan dimutasikan ke pusat. Ketika itu
ramai para ulama mendukung pemberian gelar Wali Al-Amri Ad-Daruri Bi
Asy-Syaukah (penguasa yang secara dharurat dianggap mempunyai kekuasaan
menetapkan hokum) kepada presiden soekarnoe, ia menurunkan tulisan tentang
syarat “Ulul Amri” yang menurutnya sedikit pun tidak ditemukan dalam diri
soekarno, hal ini menambah kejengkelan sang penguasa orde lama kepadanya,
sehingga kepulangannya di daerah tertunda, akhirnya ia dikembalikan ke daerah
dengan jabatan guru besar yang diperbantukan pada universitas Al-Washliyah
sampai masa pension.
Muhammad Arsyad Thalib Lubis juga
banyak mengarang tulisan-tulisannya di berbagai bidang ilmu agama. Di bidang
Aqidah, ia menulis buku dengan judul “Imam Mahdi, Pokok-Pokok Kepercayaan Dalam
Islam, Pelajaran Iman, Pelajaran Tauhid, dan Aqidah Imaniyah.
Di bidang fiqh, ushul fiqh, dan
kaidah fiqh ia menulis ilmu fiqh, fatwa mengenai 11 masalah agama, ilmu
pembagian pusaka, jaminan kemerdekaan agama dalam hokum islam, Al Ushul Fil ‘ilmi
Ushul (pokok-pokok dalam ilmu ushul fiqh), dan Al-Qawa;id Al-Fiqhiyyah.
Di bidang ibadah ia menulis buku
dengan judul : pemimpin haji mabrur, pelajaran sembahyang, pelajaran ibadah,
dan himpunan do’a nabi-nabi.
Di bidang perbandingan agama ia
menulis buku dengan judul rahasia bible,pemimpin islam dan Kristen, dan
perbandingan agama Kristen dan islam.
Dan di bidang lain ia menulis buku
dengan judul : ruh islam, islam di polandia, tuntunan perang sabil, riwayat
nabi Muhammad Saw, istilahat al-muhaddist, pembahasan di sekitar nuzulul qur’an,
kisah isra’ mi’raj, dan pedoman mati.
Buku tersebut pada umumnya telah
dicetak ulang dan tersebar di masyarakat. Sebahagiannya dijadikan buku wajib di
perguruan Al-Washliyah. Beberapa diantaranya pernah dicetak di Malaysia,
seperti pedoman mati dan perbandinag agam Kristen dan islam. Buku terakhir ini
menguraikan perbandingan ajaran Kristen dan islam berdasarkan kitab suci
masing-masing.
Sebagai tokoh Al-Washliyah, dalam
fiqh ia menganut mazhab syafi’i. namun demikian, ia bersikap terbuka dan hormat
kepada penganut mazhab yang lain. Menurutnya, kebebasan mengemukakan paham dan
pendapat perlu mendapat tempat dalam masyarakat karena sangat penting bagi
kemajuan pengetahuan di kalangan ummat islam. Kedudukan hokum fiqh, menurutnya
pada umumnya berkisar pada sekitar masalah dhanni (sangkaan) yang kekuatannya
berdasarkan “kuat sangka belaka”, tidak “meyakini” (dengan yakin) karena
didapat dengan jalan ijtihad. Adapun ijtihad tidak dapat digugurkan dengan
ijtihad lain karena sama kekuatannya.
Posting Komentar
jangan lupa di coment !!!!