Ulama-ulama serta seluruh ummat islam mulai masa-masa dulu sampai sekarang berpendapat bahea sembahyang yang tertinggal wajib diqadha, dibayar, baik yang tertinggal karena lupa atau karena tertidur atau sengaja ditinggalkan.
Mengerjakan sembahyang yang tertinggal ialah dengan mengerjakan sembahyang buka dalam waktunya lagi, tetapi pada waktu dibelakangnya.
Oleh karena demikian hukumnya, semua orang merasakan ketakutan apabila hendak meninggalkan sembahyang, karena semua sembahyang yang sudah ditinggalkan musti diganti semuanya, tidak boleh kurang satupun.
Bahkan, andai kata yang tertinggal itu belum dibayar (belum diqadha) dan ia wafat , maka ahli warisnya wajib membayarnya fidyah sembahyang yang tertinggal , yaitu memberi makan faqir miskin, sebagaimana yang telah ditetapkan di dalam kitab-kitab fiqih yang mu'tabar.
HUKUM DALAM MAZHAB SYAFI’I
Imam Nawawi, seorang mujtahid fatwa dalam lingkungan mazdhab Syafi’i, menerangkan dalam kitab syarah Muslim, juzu’ V, halaman 181 begini artinya :
Kesimpulan dalam mazhab syafi’i ialah :
Seseorang yang meninggalkan sembahyang fardhu wajib diqadha.
Andaikata ketinggalan itu dikarenakan udzur yang memaksa, maka boleh melambatkan qadha, tetapi sunnat untuk menyegerakan.
Andaikata ketinggalan itu tanpa udzur, maka wajib atasnya untuk menyegerakan qadha.
Membayar sembahyang yang banyak tertinggal harus dibayar menurut tertib cara tinggalnya, yang terdahulu tinggal musti didahulukan dan yang kemudian ditinggalkan musti dikemudiankan, tertib ini hukumnya sunnat.
Kalau yang tinggal tersebut merupakan sembahyang sunnat rawatib yaitu sembahyang sunnat sebelum dan sesudah sembahyang fardhu maka juga harus diqadha.
Tetapi sembahyang sunnat yang dikerjakan karena sebab khusus, umpamanya senbahyang khusuf matahari (gerhana matahari), sembahyang khusuf bulan (gerhana bulan), sembahyang istirqa’ (minta hujan), maka tidaklah disyari’atkan mengqadhanya, kalau sudah terlepas dari waktunya.
Demikianlah hukum fiqih dalam mazhab syafi’i yang bertalian dengan ketinggalan sembahyang.
DALIL-DALIL MAZHAB SYAFI’I TENTANG DEMIKIAN
Dalil pertama :
tersebut dalam kitab hadist :
عن ابي هريرة رضي الله عنه ان رسول الله صلى الله عليه وسلم حين قفل من غزوة سار ليله حتى اذا ادركه الكرى غرس. و قال لبلال : اكلاٌ لنا الليل. فصلى بلال ما قدر له ونام رسول الله صلى الله و اصحابه فلما تقارب الفجر استند بلال الى راحلته مواجه الفجر فغلبت بلالا عينه وهو مستند الى راحلته فلم يستقظ رسول الله صلى الله عليه وسلم و لا بلال ولا احد من اصحابه حتى ضربتهم الشمس وكان رسول الله صلى الله عليه وسلم اولهم استيقاظا ففزغ رسول الله صلى الله غليه وسلم فقال : اى بلال ! فقال بلال اخذ بنفسى الذى اخذ, بابي انت و امى يا رسول الله بنفسك, قال : اقتادوا فاقتادوا رواحلهم شياٌ, ثم توضاٌ رسول الله صلى الله عليه وسلم فامر بلالا فاقام الصلاة فصلى بهم الصبح, فلما قضى الصلاة قال : من نسى صلاة فليصلها اذا ذكرها فان الله قال : اقم الصلاة لذكرى
Artinya : “dari Abu Hurairah Rda, bahwasanya nabi Muhammad Saw, ketika kembali dari peperangan Khaibar,beliau berjalan malam hari sampai beliau mengantuk, dan lalu berhenti untuk tidur.
Nabi memerintahkan kepada salah satu sahabat beliau yang bernama BILAL (tukang azan) untuk berjaga-jaga,jangan tidur, dikhawatirkan tertidur semuanya.
Nabi terus tidur dan Bilal terus sembahyang pada malam buta itu, tetapi setelah dekat fajar Bilal pu mengantuk, tidak tahan matanya, lalu Bilal bersandar pada kendarannya, lalu tertidur pulas pula.
Maka Rasulullah dan para Sahabat-Sahabat, begitu juga Bilal yang disuruh untuk berjaga-jaga, dibangunkan oleh matahari yang sudah tinggi, dan waktu subuh luptlah pada ketika itu.
Rasulullah mula-mula yang terbangun, dan beliau sangat susah pada waktu itu, Llu berkata kepada Bilal : hai Bilal : bagaimana ini....??????
Bilal menjawab : wah, sayapun tertidur pula ya rasulullah, saya tak kuat menahan mata saya.
Lalu Nabi memerintahkan semua para sahabat untuk berangkat, dengan mengendarai onta.
Tidak jauh dari tempat itu beliau berhenti dan langsung berwudhu’, lalu beliau memerintahkan Bilal untuk Qamat, dan mereka melakukan sembahyang yang sudah luput tadi.
Setelah selesai menqadha sembahyang nabi bersabda : barangsiapa yang lupa mengerjakan sembahyang, maka ia wajib untuk menqadhanya kapan ia teringat, karena Allah berfirman : “ tegakkan sembahyang untuk mengingat aku”
(H.R IMAM MUSLIM DAN LAIN-LAIN, LIHAT SYARAH MUSLIM, JUZU’ V, HAL : 182-183)
Dari rangkaian hadist ini dapat dipetik beberapa hukum :
Berjalan pada malam hari boleh, tidak apa-apa.
Kalau mengantuk boleh tidur, tetapi kalau fajar sudah dekat haruslah diadakan seorang untuk berjaga agar sembahyang subuh tidak luput.
Qadha sembahyang boleh dilambatkan sedikit, karena dalam dalam hadist ini nabi setelah bangun tidak langsung melakukan sembahyang, tetapi berangkat dulu dan beberapa waktu beliau baru berhenti untuk menqadha sembahyang,
Di dalam hadist Muslim yang lain dierengkan bahwa sebabnya beliau berangkat, tidak langsung sembahyang, karena tempat itu adalh tempat syaitan.
Tetapi qadha yang boleh dilambatkan adalah sembahyang yang tertinggal karena udzur, seperti yang terjadi pada kejadian nabi tersebut.
Menqadha sembahyang itu boleh dilakukan diluar waktu sembahyang, karena nabi melakukan sembahyang tersebut di waktu matahari sudah naik, sedangkan waktu subuh sudah terlewatkan.
Dalam hadist Muslim juga, bertalian dengan masalah ini juga, bahwa nabi sebelum melakukan qadha sembahyang subuh, nabi juga sembahyang sunnat 2 raka’at, itu menandakan bahwa sunnat rawatib juga sunnat untuk diqadha.
Perkataan “barangsiapa lupa” dalam hadist ini, maksudnya ialah “barangsiapa yang tertinggal sembahyang”, bukan karena lupa betul-betul, karena disebabkan hadist ini ditetapkan nabi ialah pada ketika sembahyang ditnggalkan karena tertidur bukan terlupakan. Maka dapat dikeluarkan hukum dari hadist ini, bahwa sekalian sembahyang yang tertinggal wajib diqadha, ya’ni dibayar setelah tiba kesempatan.
Qadha itu wajib hukumnya bila sembahyang yang ditinggalkan adalah sembahyang wajib, karena nabi memerinytahkan disini dengan perkataan suruhan, yaitu :”hendaklah ia sembahyang setelah ingat.
Sembahyang itu untuk mengingat Tuhan, bukan untuk melupakannya.
Dalil kedua
Tersebut dalam kitab hadist sahih Muslim juga :
اما انه ليس فى النوم تفريط. انما التفريط على من لم يصل الصلاة حتى يجىُ وقت الصلاة فمن فقد ذالك فليصلها حين ينتبه لها. رواه مسلم
Artinya :”ketahuilah bahwasanya dalam keadaan tertidur tidak ada sia-sia;yang sia-sia (yang akan dapat hukuman) ialah orang yang tidak mengerjakan sembahyang sampai datang waktu sembahyang yang lain. Maka barangsiapa yang melakukan seperti demikian maka hendaklah ia membayar ketika ia mengingat kembali sembahyang itu”. (H.R Imam Muslim__ lihat Sahih Muslim juzu’ I, hal: 275).
Dari hadist ini dapat dipeetik hukum :
Sembahyang yang tertinggal karena tertidur tidaklah berdosa, yang berdosa ialah meninggalkan sembahyang dengan sengaja.
Waktu sembahyang itu selain subuh adalah panjang; waktu sembahyang dhuhur itu sampai sembahyang ‘ashar, waktu sembahyang ‘ashar itu sampai sembahyang maghrib, waktu sembahyang maghrib sampai sembahyang ‘isya, dan waktu sembahyang ‘isya sampai sembahyang subuh, sedangkan sembahyang subuh itu pendek waktunya, mulai dari terbit fajar shadiq hingga terbit matahari.
Setiap orang mesti sembahyang pada waktunya,kalau tidak dapat mengerjakan di awal waktu, maka dikerjakan ditengahnya atau di akhirnya. Tidak boleh sama sekali ditinggalkan.
Dalil ketiga
Tersebut dalam kitab hadist:
من نسى صلاة فليصلها اذا ذكرها. لا كفارة لها الا ذالك.رواه مسلم
Artinya :” barangsiapa yang lupa sembahyang atau tertidur maka ia harus membayarkan sembahyang itu apabila ia ia, tidak ada bayaran bagi mereka selain itu” (H.R Imam Muslim, lihat Syarah Muslim, juzu’ V, hal: 193).
Dari hadist ini dapat dipetik hukum :
Meninggalkan sembahyang dengan sebab tertidur atau lupa hukumnya tidak berdosa, karena tertidur dan lupa itu diluar kekuasaan manusia, tentu saja asalkan jangan dilupa-lupakan atau ditudur-tidurkan dengan sengaja.
Membayar sembahyang itu ialah dengan cara menqadhanya apabila ia teringat atau terbangun.
Sebaliknya, apabila ia meninggalkan sembahyang dengan sengaja maka ia mendapatkan 2 hukuman, 1. Berdosa. 2. Wajib maenqadha.
Dalil keempat
Tersebut dalam kitab hadist begini :
عن ابن عباس رضي الله عنهما ان امراُة من جهينة جاىُت الى النبي صلى الله عليه وسلم فقالت : ان امى نذرت ان تحج فلم تحج حتى ماتت اُ فحج عندها ؟؟؟ قال : نعم حجى عنها. اراُيت لو كانت على امك دين اُ كنت قاضيته ؟؟؟ قال : اقضوا الله فاالله احق بالوفاء. رواه البخارى
Artinya :” dari ibnu Abbas Rda, beliau berkata : bahwasanya seorang wanita dari suku juhainah datang kepada nabi muhammad Saw, lalu ia bertanya : ibuku pernah bernazar akan melakukan haji, tapi beliau wafat sebelum nazar itu dilakukannya, apakah aku boleh menggantikannya dengan melakukan haji tersebut...??? Rasulullah menjawab : ya boleh, naik hajilah engkau sebagai pengganti dia,
Coba engkau pikir, kalau ibumu berutang semasa hidupnya, engkau wajib membayarnya apabila ia sudah meninggal,maka hutang kepada Allah lebih patut untuk dibayar” (H.R Imam Bukhari, lihat fathul bari, juzu’ IV, hal: 473).
Di dalam hadist ini banyak hukum-hukum yang bisa diambil, diantaranya :
Ibadat haji boleh dijadikan nazar, umpamanya dinazarkan : kalau seandainya ia sembuh ia akan melakukan haji ditahun depan, maka haji tersebut akan menjadi haji wajib karena nazar itu.
Kalau kewajiban nazar belum tertunai karena wafat maka nazar tersebut boleh digantikan oleh anaknya, dalam arti kata si ibu tersebut tidak berdosa lagi karena meninggalkan nazar tersebut apabila sudah diganti oleh anaknya.
Utang kepada manusia musti dibayar, sedangkan utang kepada allah lebih musti untuk dibayar.
Sembahyang yang ditinggalkan, apapun sebabnya atau tidak ada sebab sama sekali wajib dibayar, karena meninggalkan sembahyang sama dengan berhutang kapada Allah.
Barangsiapa yang berfatwa, sembahyang yang ditinggalkan secara sengaja tidak wajib diqadha maka ia menentang dengan hadist ini.
Bukan saja utang nazar dan sembahyang yang wajib diqadha, melainkan semua utang kepada Allah musti dibayar seperti zakat, haji dan lain-lain.
Dalam hadist ini nabi memakai cara kiasan (perbandingan hukum), yaitu nabi membandingkan nazar haji yang wajib dibayar dengan sekalian hutang yang wajib ditunai.
Hadist ini juga menerangkan tentang kias (perbandingan hukum) itu merupakan sumber pengambilan hukum dalam islam.
Dalil kelima
Tersebut juga dalam kitab hadist begini :
عن جابر رضي الله عنه ان عمر ابن الخطاب جاء يوم الخندق بعد ما غربت الشمس فجعل يسب كفار قريش قال : يا رسول الله ما كدت اصلى العصر حتى كادت الشمس تغرب قال النبي صلى الله عليه وسلم : والله ما صليتها فقمنا الى بطحان فتوضاُ للصلاة وتوضاُنا لها فصلى العصر بعد ما غربت الشمس ثم صلى بعدها المغرب رواه البخارى
Artinya :” dari Jabir bin Abdillah beliau berkata : bahwasanya saidina Umar datang kepada Rasulullah Saw, pada ketika peperangan khandaq, sesudah terbenam matahari, Saidina Umar pada ketika itu memaki-maki Quraisy dan berkata kepada Rasulullah : hai Rasulullah, saya hampir tidak sembahyang ‘ashar sampai matahari terbenam, maka nabi menjawab : demi Allah saya juga belum sembahyang ‘ashar. (berkata Jabir). Maka semuanya kami berangkat ke bathan maka berwudhu’lah nabi, lalu nabi sembahyang ‘ashar sesudah terbenam matahari, dan sesudah itu baru Nabi sembahyang maghrib” (H.R Imam Bukhari & Imam Musli, sahih Bukhari juzu’ I, hal: 81).
Hadist ini diletakkan oleh Imam Bukhari dalam kitabnya pada 3 tempat dengan judul yang berlain-lainan, yaitu :
Bab pada menyatakan sembahyang jama’ah sesudah habis waktu (fathul bari, juzu’ II, hal: 208).
Bab menqadha sembahyang (fathul bari, juz II, hal :212).
Bab perang Khandaq (fathul bari, juzu’ VIII, hal : 409).
Dalam hadist yang shahih yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim ini dinyatakan bahwa nabi Muhammad Saw, meninggalkan sembahyang ‘Ashar karena sibuk-sibuknya peperangan.
Nabi meninggalkan sembahyang ketika itu bukan karena lupa, karena tidak mungkin orang sebanyak itu bisa terjadi lupa, tapi sengaja ditinggal demi untuk melayani peperangan lebih dahulu.
Juga bukan karena tertidur, karena tidak mungkin terjadi tidur di dalam peperangan yang berkecamuk.
Maka sembahyang yang ditinggalkan beliau dan sahabat-sahabat beliau itu karena sengaja, lantas diqadha pada waktu magrib di suatu tempat yang agak jauh dari medan pertempuran, setelah matahari terbenam dan waktu ‘ashar sudah tidak ada lagi.
Beliau ketika itu menqadha sembahyang ‘ashar yang tinggal lebih dulu, kemudian beliau baru sembahyang maghrib.
Sangat terang didalam hadist ini menyatakan sembahyang yang ditinggalkan secara sengaja wajib diqadha, layaknya sembahyang yang ditinggalkan secara lupa atau tertidur.
Hadist ini sudah cukup kuat untuk menolak fatwa yang mengatakan sembahyang yang ditinggalkan secara sengaja tidak wajib diqadha.
Dari hadist diatas dapat diambil kesimpulan, sebagaimana yang telah diambil pengertian oleh Imam Bukhari, yaitu :
Sembahyang yang sudah ditinggalkan wajib diqadha, baik itu karena tertidur, lupa, maupun karena kesengajaan.
Dalam menqadha sembahyang yang tertinggal, boleh dilakukan secara berjama’ah.
Untuk membayar sembahyang dengan cara berjama’ah, juga disyari’atkan melakukan adzan
Menqadha atau membayar sembahyang yang ditinggalkan secara sengaja wajib bersegera melakukannya, dan musti didahulukan daripada sembahyang tunai.
Dalam waktu yang sangat sulit seperti di dalam peperangan yang berkecamuk, boleh meninggalkan sembahyang dengan sengaja dan tidak berdosa sesuai dengan hukum “dharurat”, tetapi wajib diqadha dalam waktu kesempatan yang pertama.
Dalil keenam
Tersebut dalam kitab hadist :
عن ابي هريرة رضي الله عنه ان النبي صلى الله عليه وسلم امر المجامع فى نهار رمضان ان يصوم يوما مع الكفارة اى بدل اليوم الذى افسده بالجماع عمدا. رواه البيهقى بسند جيد
Artinya :”dari Abu Hurairah Rda, bahwasanya nabi mengatakan yang menyetubuhu isterinya siang hari bulan ramadhan, bahwa harus berpuasa satu hari (untuk qadha) serta ia harus membayar denda, karena ia merusak hukum yaitu melanggar puasa yang wajib atasnya, dengan bersetubuh dengan isterinya” (H.R Imam Baihaqi dalam sunan al-kubra, juzu’ IV, hal :226-227).
Hadist ini ditaruh oleh Imam Nawawi dalam kitab “Al-Majmu’ Syarah Al-Muhadzab”, juzu’ III, hal : 71, dengan mengatakan hadist ini JAYID, yaitu baik.
Dan hadist yang serupa ini terdapat juga dalam kitab hadist Abu Daud, juzu’ II, hal : 314, bunyinya :
كله انت و اهل بيتك و صم يوما واستغفر الله. رواه ابو داود
Artinya :”engkau dan famili engkau boleh memakan Tamar denda dan puasalah satu hari penggantinya dan mintalah ampun kepada Tuhan” (H.R Abu Daud)
Dari kedua hadist ini ternyatalah bahwa sembahyang yang ditinggalkan secara sengaja wajib diqadha, disamping wajib membayar denda dengan caramemberi makan 60 orang miskin.
Begitu juga kalau seandainya meninggalkan puasa wajib diqadha, sesuai dengan kedua hadist yang akhir ini, maka sembahyang yang ditinggalkan sengaja juga wajib diqadha, karena sembahyang dan puasa sama-sama rukun Islam yang tidaak boleh ditinggalkan.
MAZHAB IBNU HAZM
Ada seorang Ulama namanya Ibnu Hazm.
Ia seorang Ulama yang berasal dari Andalus Spanyol, lahir tahun 384 hijriyah, di Kardoba, beliau adalah keturunan dari orang besar istana, sehingga beliau di waktu muda mendapatkan didikan yang baik, dari sekolah rendah sampai sekolah tinggi. Ia pernah dipenjara dua kali, dengan tuduhan memihak Bani Umayyah, padahal penguasa ketika itu tidak tunduk kepada kalhifah Bani Umayyah lagi.
Beliau banyak mengarang kitab-kitab, ternyata Ibnu Hazm seorang politikus dan seorang ahli siasat ulung.
Beliau seorang penganut mazhab DAUD ZAHIRI, ia menjadi seorang gembong mazhab Daud Zahiri, sehinnga beliau mengarang kitab “Ibthaalul Qiyas, War Ra’yi, Wal Istihsan, Wat Taqlid, Wat Ta’lil” (kitab membathalkan Qiyas, Ra’yi, Istihsan, Taqlid, dan Ta’lil) sesuai dengan mazhab Daud Zahiri.
Jadi beliau ini tidak masuk ke dalam mazhab yang empat, dikarenakan demikian untuk membaca karangan beliau haruslah berhati-hati.
Ia wafat tanggal 28 Sya’ban tahun 456 H, di desanya.
Beliau ini menfatwakan bahwa sembahyang yang ditinggalkan secara sengaja tidak wajib untuk diqadha, karena seseorang tidak lagi kuasa menqadha sembahyang yang sudah tertinggal, dan kalau ia juga melakukannya maka sembahyang itu tidak sah, katanya.
Orang yang meninggalkan sembahyang itu __kata Ibnu Hazm__ harus memperbanyak saja melakukan kebaikan, dan harus melakukan banyak sembahyang sunat agar timbangannya di hari akhirat menjadi berat, agar bisa menandingi sembahyang wajib yang sudah ia tinggalkan itu.
Demikian perkataan Ibnu Hazm pemuka mazhab Daud Zahiri, yang tidak berkembang lagi mazhab tersebut sekarang karena sudah hilang ditelan masa, karena mungkin sendi-sendi hukum yang ia fatwa tidak kuat.
Juga ilmu Taimiyah menfatwakan bahwa orang yang meninggalkan shalat secara sengaja tidak wajib untuk diqadha, serupa dengan fatwa Ibnu Hazm.
Dalam menjawab fatwa Ibnu Hazm ini, Imam Nawawi, seorang pemuka mazhab Imam Syafi’i mengatakan :
“Ibnu Hazm dalam soal ini telah menentang Ijma’ (kesepakatan) Imam-Imam Mujtahid, dan dalil yang dikemukakan oleh Ibnu Hazm adalah dalil yang batil”.
Demikian perkataan Imam Nawawi
Memang mazhab Ibnu Hazm dalam soal ini adalah mazhab yang bathil, karena menentang hadist yang sahih.
Mungkin Ibnu Hazm bertujuan baik dalam fatwa ini, ya’ni untuk menakut-nakuti ummat islam agar tidak meninggalkan sembahyang dengan sengaja, karena sembahyang yang tinggal itu tidak dapat diburu lagi, selain hanya harus dipertanggung jawabkan di muka Tuhan di akhirat nanti.
Tetapi Ibnu Hazm lupa, bahwa watak manusia di akhir zaman, yang kebanyakan lalai daripada beribadat dan lalai daripada melakukan sembahyang, dengan fatwa ini akan berakibat sebaliknya, yaitu mereka tambah berani meninggalkan sembahyang dan fatwa ini merangsang mereka untuk meninggalkan sembahyang.
Adapun dosa, banyak orang di akhir zaman ini tidak takut lagi, mereka mengatakan bahwa kalau akan wafat nanti sewaktu tua minta taubat saja pada Tuhan, kan Allah maha pengasih dan maha pengampun, katanya
Nah,,,, karena itulah maka Ulama-Ulama islam __kata Imam Nawawi__ telah ijma’ (sepakat) menfatwakan, bahwa sembahyang yang ditinggalkan dengan sengaja wajib diqadha segera.
INILAH FATWA DALAM MAZHAB IMAM SYAFI’I, BERDASARKAN QUR’AN DAN SUNNAH RASUL...
Posting Komentar
jangan lupa di coment !!!!